Pages

Sunday, March 23, 2014

Mikroorganisme Pendegradasi Hidrokarbon

Senyawa Hidrokarbon
Minyak bumi merupakan sumber energi utama manusia pada zaman modern.Minyak bumi menjadi harta yang paling berharga bagi manusia dalam bidang energi berkelanjutan yang harganya cukup mahal. Mahalnya harga minyak bumi ini berbanding lurus terhadap proses dan cara untuk memperolah minyak bumi tesebut. Minyak bumi pada dasarnya terbentuk dari fosil zaman dahulu didalam tanah yang akhirnya terbentuk senyawa hidrokarbon kompleks.

Sebagai sumber energi utama penduduk bumi, tentu saja minyak bumi dapat ditemukan dimana saja.Hingga akhirnya, minyak bumi sekarang bukan seja berfungsi secara tunggal dalam memenuhi kebutuhan energi, tetapi pada akhirnya juga menjadi masalah lingungan yang serius karena pencemarannya.Pencemaran lingkungan oleh minyak bumi dan senyawa hidrokarbon lainnya bukanlah menjadi masalah baru bagi lingkungan.Pencemaran ini dapat ditemukan seperti kebocoran pipa saluran, kecelakaan pengangukutan, kebocoran kapal pengangkut bahan bakar, dan tengki pnyimpanan yan pecah.Bahkan lebih parahnya lagi, pencemaran tanah oleh minyak bumi dan senyawa hidrokarbon lainnya dapat kerusakan luas pada ekosistem lokal karena terjadi akumulasi senyawa tersebut di dalam jaringan hewan dan tumbuhan yang dapat menyebabkan kematian dan mutasi (Wongsa dkk, 2004).

Besarnya peluang dan kerusakan lingkungan akibat minyak bumi dan senyawa hidrokarbon lainnya, harus ditangani secara serius dan berkelanjutan.Penanganan pencemaran lingkungan akibat senyawa hidrokarbon pada dasarnya dapat dilakukan secara fisika, kimia dan biologi. Perlakuan secara fisika dapat dilakukan dengan cara pengabuan (incineration), kloronasi, ozonasi, pembakaran dan penggunaan surfaktan. tetapi menurut Pelezar (1986),penanggulangan pencemaran lingkungan dengan menggunakan metode secara kimi adan fisika membutuhkan biaya yang sangat besar, tetapi tidak dapat menghilangkan pencemaran lingkungan secara maksimal.

Pada dasarnya, terdapat juga mikroorganisme atau mikroba yang memanfaatkan hidrokarbon sebagai nutrisi dalam menyambung siklus hidupnya.Ini merupakan salah satu peluang dalam menyelamatkan lingkungan bumi dari kepungan hidrokarbon yang menggunung.Pemanfaatan mikroba tidak hanya dapat mereduksi dan memproses hidrokarbon tetapi juga menjadi keuntungan tersendiri bagi mikroba tersebut.  Terdapat beberapa cara yang digunakan mikroba dalam memanfaatkan hidrokarbon sebagai nutrisinya, salah satunya adalah dengan bioremediasi.

                                                                                                       

Bioremediasi
Bioremediasi merupakan memanfaatkan mikroorganisme dalam mendegradasi kontaminan di suatu lingkungan akibat senyawa hidrokarbon menjadi bentuk yang tidak mengandung racun. Bioremediasi awalnya merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Dalam proses bioremediasi, mikroba digunakan sebagai media untuk mengurangi senyawa organik dan bahan beracun yang berasal dari rumah tangga maupun limbah industri. sebagia salah satu teknik perbaikan terhadap lingkungan yang tersemar, bioremediasi dipandang sebagai metode yang murah dari segi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun (Dwidjosaputro, 1998).

Dalam melakukan bioremediasi, diperlukan biodegradasi senyawa hidrokarbon secara berkelanjutan dan terkontrol baik. Bioremediasi senyawa hidrokarbon dapat dilakukan dengan cara penambahan nutrient (biostimulasi) atau dengan penambahan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon secara langsung. Dalam hal ini, bakteri adalah mikroorganisme yang tepat dan umum digunakan dalam bioremediasi hidrokarbon.Bakteri dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon dan menggunakan senyawa tersebut sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan.

Pelaksanan bioremediasi dengan menggunakan bakteri pada dasarnya menmbutuhkan kerja sama lebih dari satu spesies bakteri. Hal tersebut karena senawa hidrokarbon seperti minyak bumi terbentuk dari bayak gugus yang berbeda dan bakteri hanya dapat menggunakan hidrokarbon pada kisaran tertentu.Oleh karena itu, dalam memanfaatkan bakteri, diperlukannya suatu identifikasi yang tepat untuk menyesuaikan dengan kemampuannya dalam mendegradasi hidrokarbon. Beberapa bakteri yang memanfaatkan hidrokarbon sebagai senyawa pertumbuhan serta secara tidak langsung berperan dalam bioremediasi adalah :
1.1.1.      Pseudomonas sp
Pseudomonas spmerupakan salah satu bakteri yang memanfaatan bakteri menjadi biosurfaktan. Dengan demikian, jenis bakteri ini dapat di,amanfaatkan dengan baik dalam melakukan bioremediasi dengan hidrokarbon. Tetapi terdapat beberapa faktor, salah satu faktor tersebut adalah kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri.Dalam produksi biosurfaktan, berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada dua macam  biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :

  1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
  2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
  3. Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan.Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri.Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel (Pelezar, 1986).


Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada.Ada substrat (misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium.Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium.Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik.Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam medium.

  1. Bakteri  Nictobacter. Bakteri ini merupakan bakteri probioaktif yang mampu bekerja menguraikan bahan organik protein,karbohidrat,dan lemak secara biologis. Bermanfaat dalam menguraikan NH3 dan NO pada sampah,tinja,dan kotoran hewan ternak, dan dapat menekan populasi bakteri patogen pada penampung tinja yang menyebabkan sumber air tanah akan terkontaminasi jika air remebesan tinja bercampur dengan sumber air tanah.
  2. Bakteri Endogenous. Tidak hanya mengendalikan senyawa amoniak dan nitrit, teknik bioremediasi dengan menggunakan bakteri endogenus juga bertujuan untuk mengendalikan senyawa H2S yang banyak menumpuk di sedimen tambak (Dwidjosaputro, 1998).Dengan menggunakan bakteri fotosintetik dari jenis Rhodobakter untuk menghilangkan senyawa H2S.“Hasilnya H2S tidak terdeteksi sama sekali di tambak,”Untuk mengatasinya dia menggunakan bakteri dari jenis Bacillus. “Karena bakteri Bacillus yang di gunakan merupakan bakteri endogenous, maka efektivitasnya lebih baik jika dibandingkan dengan produk bioremediasi dengan menggunakan bakteri dari luar Indonesia,”
  3. Bakteri Nitrifikasi. Nitirifikasi  untuk menjaga keseimbangan senyawa nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan nitrat) di sistem tambak. Pendekatan bioremediasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan kelebihan residu senyawa nitrogen yang berasal dari pakan, dilepaskan bempa gas N2 1 N20ke atmosfir. Peran bakteri nitrifikasi adalah mengoksidasi amonia menjadi nitrit atau nitrat, sedangkan bakteri denitrifikasi akan mereduksi nitrat atau nitrit menjadi dinitrogen oksida (N20)atau gas nitrogen (N).
  4. Bakteri Pereduksi Sulfat. Kemampuan BPS dalam menurunkan kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan pH tanah bekas tambang batubara ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang batubara. Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga sangat baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi maupun kehidupan biota lainnya.
  5. Arthrobacter. Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8 – 1,2 x 1 – 8  mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 – 1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum 25 – 30oC (Waluyo, 2005).
  6. Acinetobacter. Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa       D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
  7. Bacillus. Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 m dan panjang 3-5m. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon minyak bumi dengan cepat.  Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.


           Selain dari golongan bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan oleh fungi. Fungi pendegradasi hidrokarbon  umumnya  berasal dari genus Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium. Jamur dari genus ini mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu mendegradasi berbagai senyawa hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi dan pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium menggunakan enzim lignin peroksidase.  Bila terdapat H2O2, enzim lignin peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang selanjutnya membentuk senyawa kuinon yang merupakan hasil metabolisme. Cincin benzena yang sudah terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi misalnya CO2.
           Jamur dari golongan Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium glabrum, P. janthinellum, Zygomycete, Cunninghamella elegans ), Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria) diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem yang dimiliki mamalia.  Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan monofenol, difenol, dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang larut air (misalnya sulfat, glukuronida, ksilosida, glukosida).Senyawa ini merupakan hasil detoksikasi pada jamur dan mamalia.

Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu sebagai berikut :
a) Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung.
b) Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c) Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium (Waluyo, 2005).


Biosintesis Asam Lemak C-12 (Tidak Jenuh)
      Pengubahan karbohidrat menjadi lemak memerlukan produksi asam lemak dan gliserol.Hal ini menjadikan asam teresterifikasi.Asam lemak dibentuk oleh kondensasi berganda unit asetat dari asetil CoA. Sebagian besar reaksi sintetis asam  lemak terjadi hanya di kloroplas daun serta di proplastid biji dan akar. Asam lemak yang disintesis di kedua organel ini terutama adalah asam palmitat dan asam oleat.Asetil CoA yang digunakan untuk membentuk lemak di kloroplas sering dihasilkan oleh piruvat dehidrogenase dengan menggunakan piruvat yang dibentuk pada glikolisis di sitosol. Sumber lain asetil CoA pada kloroplas beberapa tumbuhan adalah asetat bebas dari mikotondria. Asetat ini diserap oleh plastid dan diubah menjadi asetil CoA yang digunakan membentuk asam lemak dan lipid lainnya(Dwidjosaputro, 1998).
           Pada reaksi sintesa asam lemak, enzim CoA dan protein pembawa asil (ACP) mempunyai peranan penting.Enzim-enzim ini berperan membentuk rantai asam lemak dengan menggabungkan secara bertahap satu gugus asetil turunan dari asetat dalam bentuk asetil CoA dengan sebanyak n gugus malonil turunan dari malonat dalam bentuk malonil CoA.Sintesa asam lemak berlangsung bertahap dengan siklus reaksi perpanjangan rantai asam lemak hingga membentuk rantai komplit C16 dan C18.
           Bahan utama yang digunakan pada biosintesis asam lemak adalah senyawa asetil CoA dan senyawa malonil CoA.Malonil CoA disintesis dari asetil CoA dengan penambahan CO2 oleh asetil CoA karboksilase.Reaksi pertama pada biosintesis asam lemak adalah pemindahan gugus asetil dan gugus malonil dari CoA ke ACP dengan katalis asetil-CoA; ACP transilase dan malonil-CoA; ACP transilase.Reaksi berikutnya adalah pengkondensasian gugus malonil membentuk asetoasetil-ACP dengan melepaskan CO2. Setelah penkondensasian asetil dengan malonil, tahapan selanjutnya terdiri dari urutan reaksi reduksi dengan katalis 3-ketoasil ACP reduktase, reaksi dehidrasi dengan katalis 3-hidroksi ACP dehidrase, dan reaksi reduksi dengan katalis enoil ACP reduktase. Urutan reaksi-reaksi ini merupakan siklus lintasan pembentukan dan penambahan panjang rantai asam lemak. Hasil sintesa dari urutan reaksi ini adalah  molekul asam lemak yang terikat dengan ACP (Ani, 2012).
Hasil sintesa awal adalah asam lemak rendah dengan jumlah atom karbon sebanyak 4.Hasil sintesis ini selanjutnya kembali memasuki siklus ‘kondensasi-reduksi-dehidrase-reduksi’ untuk menambah panjang rantai asam lemak dengan dua atom karbon. Bila panjang rantai molekul asam lemak hasil sintesis belum cukup, sintesis lanjut berlangsung kembali melalui siklus yang sama. Hasil sintesis asam lemak terdapat terikat dengan ACP dan CoA. Kemudian CoA akan terhidrolisis dan keluar bila asam lemak bergabung dengan gliserol selama pembentukan lemak atau lipid membran.

           Pada reaksi pembentukan asam lemak dibutuhkan banyak energi, di mana dua pasang elektron (2NADPH) dan satu ATP diperlukan untuk tiap gugus asetil.Kebutuhan energi ini di daun dapat tersedia dari fotosintesis yang menyediakan sebagian besar NADPH dan ATP sehingga pembentukan asam lemak pada keadaan terang dapat berlangsung lebih cepat daripada pembentukan pada keadaan gelap.Pada tempat gelap di proplastid biji dan akar, NADPH dapat tersedia dari lintasan respirasi pentosa fosfat, dan ATP dari glikolisis piruvat yang merupakan senyawa asal dari asetil CoA.Sebagian besar asam lemak terbentuk di ER walaupun asam oleat dan asam palmitat dibentuk di plastid.Pada biji, asam lemak yang diproduksi dapat langsung diesterifikasi dengan gliserol membentuk oleosom.Kemungkinan lainnya ialah asam lemak diangkut balik ke proplastid untuk membentuk oleosom.Asam lemak dapat diubah menjadi fosfolipid di ER semua sel sebagai bahan untuk pertumbuhan membran ER dan membran sel lainnya.Di ER pada daun, asam linoleat dan asam linolenat yang disintesis kemudian diangkut dari ER ke kloroplas dan ditimbun sebagai lipid di membran tilakoid.
         

Mekanisme Terjadinya Biosintesis Asam Lemak Tidak Jenuh
Ada dua mekanisme yang sangat berbeda untuk memperkenalkan ikatan rangkap menjadi asam lemak.Hewan, tumbuhan, mikro-organisme eukariotik dan beberapa bakteri aerobik menggunakan jalur aerobik sedangkan mayoritas bakteri menggunakan jalur anaerob.Di jalur aerobik desaturation dari pembentukan asam lemak jenuh terjadi membutuhkan oksigen molekul.Reaksi ini agak rumit dan dilakukan oleh sistem partikulat multienzim yang disebut mono-oxygenase atau fungsi oksidase campuran.Pada eukariota enzim berasal dari ER.Satu atom oksigen menghasilkan molekul air dengan mereaksikan dua hidrogen dari asam lemak.Atom oksigen bebas yang menggabungkan dua atom hidrogen lebih lanjut dari NADPH + H+.Prekursor adalah asam stearat dan produk adalah asam oleat (Hadioetomo, 1993).

Senyawa tersebut adalah turunan Co-A asam bebas yang substratnya digunakan untuk pembentukan asam lemak tak jenuh. Dua utama mono-asam lemak tak jenuh pada eukariota adalah asam oleat dan asam palmitoleic. Keduanya terindikasi memiliki ikatan rangkap 9-10 dan merupakan dasar bagi serangkaian asam polyunsaturated lebih lanjut, untuk contoh asam arachidonic tapi sistem prokariotik tidak mengandung asam lemak tak jenuh di- dan poli.Satu masalah bagi hewan adalah bahwa mereka tidak dapat menyisipkan ikatan rangkap di luar C9 dari asam lemak dan karena itu tidak dapat mensintesis asam linoleat atau asam lemak derivatives sehingga dietarily penting diberikan dari sumber tanaman.Jalur anaerob dimanfaatkan oleh bakteri karena tidak memanfaatkan molekul oksigen meskipun akan dilanjutkan dalam kondisi aerobik. Di ACP berlangsung biosintesis sebenarnya dari asam lemak.Mono-asam lemak tak jenuh sel prokariotik adalah asam vaccenic.

Selama biosintesis asam lemak dua unit karbon ditambahkan pada akhir yang akan menjadi karboksil bebas sehingga untuk tiba pada suatu C18 ikatan ganda asam lemak harus disisipkan di ACP pada tahap C10 (decanoyl). Seperti dalam biosintesis asam lemak jenuh konvensional, penurunan yang terjadi di kelompok ß-oxo direduksi menjadi turunan b-hidroksi.Pada titik ini perbedaan antara kedua jalur terjadi.Cabang kiri jalur tersebut merupakan biosintesis asam lemak sebagai konvensional dehidrasi berikut untuk menghasilkan sebuah ikatan rangkap tak jenuh.Dalam hal ini terjadi penurunan produksi turunan ACP sepenuhnya yang kemudian berlanjut dengan menggabungkan dua fragmen karbon lebih lanjut.

Di sisi lain  ACP reduktase enoyl tidak akan bekerja pada perantara tersebut, hanya dapat mengenali karbon tak jenuh, sehingga ikatan rangkap yang tersisa utuh. Selain itu sintetase SACP ß-oxoacy siap akan mengirimkan dua fragmen karbon ke SACP 3,4 decenoyl yang memiliki efek mendorong ikatan rangkap dari ujung karboksil. Pada bakteri, misalnya E. coli, telah menunjukkan bahwa itu adalah enzim yang sama yang memproduksi ikatan rangkap (Waluyo, 2005).

Immobilisasi Enzim
Sel terimobilisasi adalah suatu sel yang dilekatkan pada suatu bahan inert dan tidak larut dalam bahan tersebut, misal dalam sodium alginat atau kalsium alginat. Dengan sistem ini, sel dapat lebih tahan terhadap perubahan kondisi seperti pH, juga temperatur. Sistem ini juga membantu sel berada di tempat tertentu selama berlangsungnya reaksi sehingga memudahkan proses pemisahan dan memungkinkan untuk dipakai lagi di reaksi lain (Guyton, 1997). Imobilisasi dapat dilakukan terhadap sel maupun terhadap enzim. Imobilisasi enzim dapat dianggap sebagai metode yang merubah enzim dari bentuk larut dalam air “bergerak” menjadi keadaan “tak begerak” yang tidak larut. Imobilisasi mencegah difusi enzim ke dalam campuran reaksi dan mempermudah memperoleh kembali enzim tersebut dari aliran produk dengan teknik pemisahan padat/cair yang sederhana. Imobilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui pengikatan kimiawi molekul enzim pada bahan pendukung, pengikatan silang intermolekuler sesama enzim, atau dengan cara menjebak enzim di dalam gel atau membran polimer (Palmer, 1991).

Imobilisasi sel berkembang setelah imobilisasi enzim. Dalam teknologi imobilisasi enzim terdapat hambatan pada regenerasi koenzim dan keterbatasan metode yang dapat diterapkan untuk menyusun molekul enzim dalam rangkaian tertentu, sehingga dapat melakukan tahapan reaksi katalitis enzim yang berkesinambungan. Untuk mencegah hambatan tersebut dilakukan penelitian-penelitian, sehingga terjadi pengembangan pada imobilisasi sel, yang dapat digunakan sebagai biokatalis. Hal ini memungkinkan untuk melakukan imobilisasi seluruh sel dan menjaga sel tetap hidup (viabel). Dalam praktiknya, metode yang digunakan adalah menjebak sel dalam gel dengan adsorpsi. Selain itu, pengontrolan perlu dilakukan untuk mencegah inaktivasi dari aktivitas metabolisme yang penting, sehingga pemisahan biokatalis dari produk lebih mudah dan membuat biokatalis lebih stabil (Guyton, 1997).

            Kelebihan penggunaan sel immobilisasi dibandingkan dengan sel bebas antara lain sebagai berikut:
·  Immobilasi menyediakan konsentrasi sel yang tinggi.
·  Immobilisasi memungkinkan penggunaan sel kembali dan mengurangi biaya recovery sel dan recycle sel.
·  Immobilisasi mengurangi masalah wash out sel pada laju alir yang tinggi.
· Kombinasi konsentrasi sel yang tinggi dan laju alir yang tinggi (tanpa batasan wash out) menghasilkan produktivitas volumetric yang tinggi.
· Immobilisasi menyediakan kondisi micro environmental yang menguntungkan seperti kontak antar sel, gradient nutrient-produk, gradient pH untuk sel sehingga menghasilkan kinerja biokatalis yang lebih baik (kecepatan pembentukan dan yield produk yang lebih tinggi).
·  Immobilisasi menyebabkan kestabilan genetik.
·  Immobilisasi menyediakan perlindungan terhadap kerusakan sel.
Kekurangan penggunaan sel terimobilisasi adalah hambatan pada proses difusi baik substrat maupun produk yang terbentuk. Untuk sel yang hidup, pertumbuhan dan evaluasi gas sering merusak matriks pendukung sel terimmobilisasi.

Secara umum, ada dua jenis sel immobilisasi yakni:
1.      Immobilisasi Aktif
Immobilisasi ini dilakukan dengan dua metoda yaitu metoda penjeratan dan metoda pengikatan.Metoda penjeratan dilakukan secara fisik dalam matriks pendukung.Matriks pendukung yang bisa digunakan yaitu polimer porous (agar, alginate, carragenan, polyacrylamide, chitosan, gelatin, collagen), porous metal screen, polyurethane, silicagel, polystyrene, dan selulosa triacetate. Polymeric beads harus cukup porous untuk keluar masuknya substrat dan produk.  Polymeric beads biasanya dibentuk dengan menggunakan sel hidup di dalamnya.
2.      Immobilisasi Pasif
Berbentuk biological films yang berbentuk lapisan-lapisan koloni sel yang tumbuh dan melekat pada permukaan pendukung yang padat.Material pendukung dapat bersifat inert atau aktif secara biologis.Biological films digunakan pada pengolahan limbah atau fermentasi mikroba dengan jamur.

Aplikasi Pengembangan Rekayasa Bioproses.
     Proses produksi biodiesel dari biji karet (Hevea brasiliensis) yang dilaksanakan di Indonesia pada umumnya memakai metode katalis (asam atau alkil) dan metode pencucian basah atau metode pencucian kering. Metode katalis membawa banyak kerugian antara lain: waktu produksi lama, biaya produksi tinggi karena menggunakan magnesol sebagai absorban, terutama jika pemurniannya menggunakan air (sistem pencucian basah) karena akan dapat merusak komponen mesin seperti misalnya: seal cepat bocor, mudah timbul jamur, karat / korosi pada silinder head, pompa dan saringan bahan bakar sering buntu, dan sebagainya. Proses produksi biodiesel dengan metode non-katalis dapat mengatasi kelemahan seperti disebutkan di atas. Pada studi ini, minyak biji karet diperoleh dengan metode pengepresan. Spesifikasi minyak adalah sebagai berikut: viskositas 5,19 cSt, densitas 0,9209 g/ml, kandungan air 0,2%, asam lemak bebas (FFA) 6,66%, dan titik didih 305oC. Metodelogi yang digunakan adalah pemrosesan biji karet menjadi biodiesel metode non-katalis superheated methanol. Tranesterifikasi berlangsung di dalam sebuah Bubble Column Reactor (BCR) pada temperatur reaksi 270oC, 275oC, 280oC, 285oC, dan 290oC serta pada tekanan atmosfir. Rasio molar antara methanol dan minyak biji karet adalah: 140, 150, dan 160.

     Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses pembuatan biodiesel dari minyak nabati metode katalis biasanya melalui berbagai tahapan proses yaitu: proses degumming untuk melepaskan getah atau lendir yang dikandungnya, esterifikasi untuk menurunkan kadar FFA sampai di bawah 2,5% untuk mencegah penyabunan, dan tranesterifikasi untuk memperoleh metil ester atau biodiesel dan kemudian pencucian. Tetapi dalam pengembangannya menggunakan metode non-katalis ternyata bahwa minyak biji karet yang memiliki kadar FFA tinggi (di atas 2,5%) dapat secara langsung diproses tranesterifikasi tanpa terjadi penyabunan dan dapat menghasilkan biodiesel tanpa harus mengalami proses pendahuluan degumming, esterifikasi, maupun pencucian. Densitas, angka setana, titik tuang, titik nyala, dan angka asam metode non-katalis lebih baik dari pada metode katalis.Kelemahannya adalah bahwa residu karbon mikro yang dikandung oleh biodiesel minyak biji karet (B-100) masih cukup tinggi di atas standar yang diijinkan.Kadar metil ester optimum diperoleh pada rasio molar 160 dan temperatur reaksi 290oC karena menghasilkan biodiesel terbesar dan gliserol terkecil.

Thursday, March 20, 2014

Pseudomonas sp. sebagai Bakteri Hidrokarbonoklastik

Assalamu'alaikum...
Menindaklanjuti artikel tentang MFC kemarin, saya ingin membagi pengetahuan tentang bakteri yang Insya Allah saya pakai di piranti MFC tersebut. Selamat membaca.
Pendahuluan
Pseudomonas sp.

Klasifikasi ilmiah :
Kerajaan           : Bacteria
Filum                 : Proteobacteria
Kelas                  : Gamma Proteobacteria
Ordo                   : Pseudomonadales
Famili              : Pseudomonadaceae
Genus              : Pseudomonas
Pseudomonas Sp merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara bakteri Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon.
Kemampuan bakteri Pseudomonas sp. IA7D dalam mendegradasi hidrokarbon dan dalam menghasilkan biosurfaktan menunjukkan bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp IA7D berpotensi untuk digunakan dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon.
Bioremediasi
Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun.
Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri “pemakan minyak”. Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.
Pencemaran minyak bumi
 
Pencemaran lingkungan oleh hidrokarbon minyak bumi terus mengalami peningkatan dan telah menimbulkan dampak yang berarti bagi makhluk hidup. Bioremediasi adalah salah satu upaya untuk mengurangi polutan tersebut dengan bantuan organisme. Biodegradasi senyawa hidrokarbon dari minyak bumi ini dapat dilakukan oleh mikroorganisme, salah satunya adalah bakteri Pseudomonas sp.
Bakteri Pseudomonas sp. merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran minyak bumi. Bahan utama minyak bumi adalah hidrokarbon alifatik dan aromatik. Selain itu, minyak bumi juga mengandung senyawa nitrogen antara 0-0,5%, belerang 0-6%, dan oksigen 0-3,5%.
Terdapat sedikitnya empat seri hidrokarbon yang terkandung di dalam minyak bumi, yaitu seri n-paraffin (n-alkana) yang terdiri atas metana (CH4) sampai aspal yang memiliki atom karbon (C) lebih dari 25 pada rantainya, seri iso-paraffin (isoalkana) yang terdapat hanya sedikit dalam minyak bumi, seri neptena (sikloalkana) yang merupakan komponen kedua terbanyak setelah n-alkana, dan seri aromatik (benzenoid). Oleh karena itu, akan dijelaskan mengenai mekanisme kerja bakteri Pseudomonas sp. dalam proses bioremediasi pada pencemaran minyak bumi.
Bakteri pseudomonas yang umum digunakan antara lain : Pseudomonas aeruginosa,Pseudomonas stutzeriPseudomonas diminuta.
Salah satu factor yang sering membatasi kemampuan bakteri pseudomonas dalam mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit mencapai sel bakteri. Oleh karena itu, untungnya, bakteri pseudomonas dapat memproduksi biosurfaktan. Kemampuan bakteri Pseudomonas dalam memproduksi biosurfaktan berkaitan dengan keberadaan enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :
  1. Surfaktan dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid, asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik. Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan tegangan permukaan medium cair.
  2. Polimer dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan permukaan medium.
Biosurfaktan merupakan komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik, yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu menurunkan tegangan permukaan. Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh bakteri. Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan, sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel.
Pelepasan biosurfaktan ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada. Ada substrat (misal seperti pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium. Namun, ada beberapa substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga dilepaskan ke dalam medium. Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel bakteri lebih bersifat hidrofobik. Oleh karena itu, senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke dalam medium.
Terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara umum yaitu :
  1. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat mendukung.
  2. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membrane sel bakteri Pseudomonas.
  3. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri pseudomonas ke dalam medium.
 Mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri Pseudomonas
  1. Hidrokarbon Alifatik
Pseudomonas sp. menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya. Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas sp. meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai sumber reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi. Reaksi lengkap dalam proses ini terlihat pada gambar 1.


Gambar 1. Reaksi degradasi hidrokarbon alifatik
  1. Hidrokarbon Aromatik
Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid atau kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-dioksigenase menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat. Gambar 2 menunjukkan reaksi perubahan senyawa benzena menjadi katekol.

Gambar 2. Reaksi degradasi Hidrokarbon aromatic
Langkah Pemanfaatan Pseudomonas dalam bioremediasi
a) informasi dasar tentang pemanfaatan bakteri pemecah minyak dalam proses bioremediasi sehingga akan menjadi pertimbangan bagi penelitian selanjutnya;
b) bakteri pemecah minyak dalam penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan di lapangan dalam proses bioremediasi; dan
c) upaya pengelolaan lingkungan yang tepat untuk mengatasi pencemaran limbah minyak
d) memperoleh jenis bakteri pemecah minyak yang mampu mendegradasi senyawa hidrokarbon dalam proses bioremediasi;
e) mengetahui pengaruh jenis bakteri, pH, dan waktu degradasi terhadap pertumbuhan bakteri pemecah minyak dan proses bioremediasi;
f) membandingkan pertumbuhan bakteri pemecah minyak dalam mendegradasi tanah terkontaminasi minyak dan tanah tidak terkontaminasi minyak;
g) mengetahui kondisi lingkungan yang optimum bagi pertumbuhan bakteri; dan
h) mengetahui alternatif penanggulangan pencemaran minyak bumi dalam upaya pengelolaan lingkungan.

Kajian realigi
An nahl ayat 13
وَمَاذَرَأَلَكُمْفِىٱلْأَرْضِمُخْتَلِفًاأَلْوَٰنُهُۥٓۗإِنَّفِىذَٰلِكَلَءَايَةًۭلِّقَوْمٍۢيَذَّكَّرُونَ
Artinya : dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran.
Thaahaa ayat 6
Artinya : Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.
Yasin ayat 83

 Artinya :  Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepadaNyalah kamu dikembalikan.
Kesimpulan
  1. Pseudomonas Sp merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon.
  2. Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan.
  3. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan antara lain : Pseudomonas aeruginosa,Pseudomonas stutzeriPseudomonas diminuta.
  4. Ada 2 macam biosurfaktan yang dihasilkan bakteri Pseudomonas  yaitu Surfaktan dengan berat molekul rendah dan Polimer dengan berat molekul besar.

Daftar Pustaka
Anonymous .2010. Pseudomonashttp://id.wikipedia.org/wiki/Pseudomonas.  Diaksestanggal 8 November 2011
Anonymous .2010. Bioremediasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Bioremediasi . Diakses tanggal 8 November 2011
Anonymous. 2010.Bioremediasi Hidrokarbon MinyakBumi.http://j0emedia.wordpress.com/2011/07/17/bioremediasi-hidrokarbon-minyak-bumi . Diakses tanggal 8 November 2011
Anonymous. 2010. Mekanisme Kerja Bakteri.http://orpipu.blogspot.com/2008/11/mekanisme-kerja-bakteri-pseudomonas-sp.html . Diakses tanggal 8 November 2011
Anonymous .2010.Pemanfaatan bakteri pemecah minyak.http://jurnal.dikti.go.id/jurnal/detil/id/0:23592/q/pengarang:%20Dessy.Diakses tanggal 8 desember 2011

Wednesday, March 12, 2014

Microbial Fuel Cell (Topik Skripsi)

Sebagai mahasiswa semester 6, saya sudah harus fokus pada topik penelitian untuk skripsi saya. Kebetulan sekali, bidang minat saya adalah Mikrobiologi. Maka saya ingin mengembangkan penelitian berbasis mikrobiologi. Karena saya juga peminat ilmu fisika juga, jadinya saya 'mengawinkan' ilmu biologi dan fisika dalam skripsi saya ini. Skripsi saya ini seputar mikroorganisme yang dapat menghasilkan energi listrik yang disbut Electricigenes. Setelah melalui pencarian dan pendownload'an berbagai macam jurnal ini, akhirnya saya menemukan bahwa teknik ini bisa disebut juga dengan Microbial Fuel Cell atau Sel Bahan Bakar Mikrobia. Mikrobiologi Keren ya? Ya doakan saja semoga skripsi saya ini lancar dan berhasil. Bagi yang penasaran apa itu Microbial Fuel Cell atau yang sedang cari wawasan tambahan, saya kasih contekan umum mengenai MFC ini ya.... Selamat membaca.
Sel bahan bakar mikroba (microbial fuel cell, disingkat MFC) atau sel bahan bakar biologis (biological fuel cellmerupakan suatu sistembio-elektrokimia yang mengendalikan arus dengan meniru interaksi bakteri yang dijumpai di tanah.
MFC tanpa-mediator adalah pengembangan yang lebih baru, karena hal ini, faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi yang optimal, seperti strain bakteri yang digunakan dalam sistem, jenis membrane pertukaran ion, dan kondisi sistem (suhu, pH, dll) yang tidak terlalu dipahami dengan baik .
Bacteria dalam MFC tanpa-mediator biasanya memiliki protein redoks yang aktif secara elektrokimia seperti sitokrom pada membran terluarnya yang dapat mentransfer elektron ke material eksternal.
Jenis-jenis
Definisi
Sebuah sel bahan bakar mikroba ialah satu alat yang dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui reaksi katalitik mikroorganisme.
Sebuah sel bahan bakar mikroba yang khas terdiri dari kompartemen anoda dan katoda dipisahkan oleh membrane spesifik kation (ion bermuatan positif). Dalam kompartemen anoda, bahan bakar dioksidasi oleh mikroorganisme, menghasilkan CO2, elektron dan proton. Elektron ditransfer ke katoda melalui kompartemen sebuah rangkaian listrik eksternal, sedangkan proton ditransfer ke kompartemen katoda melalui membran. Elektron dan proton dikonsumsi dalam kompartemen katoda, yang bergabung dengan oksigen untuk membentuk air.
Lebih luas, ada dua jenis sel bahan bakar mikroba: mediator dan sel bahan bakar tanpa-mediator.
Sel Bahan Bakar Mikroba Mediator
Kebanyakan dari drl mikroba tidak aktif secara elektrokimia. Transfer elektron dari sel-sel mikroba ke elektroda difasilitasi oleh mediator seperti thioninemethyl viologenmethyl bluehumic acidneutral red dan seterusnya. Kebanyakan dari mediator yang tersedia adalah mahal dan beracun.
Sel Bahan Bakar Mikroba Bebas-Mediator
Sel bahan bakar mikroba bebas-mediator tidak memerlukan mediator tetapi menggunakan bakteri elektrokimia aktif untuk mentransfer elektron ke elektroda (elektron dibawa langsung dari enzim pernafasan bakteri ke elektroda). Di antara bakteri aktif elektrokimia adalah, Shewanella putrefaciens, Aeromonas hydrophila,  dan lain-lain. Beberapa bakteri, yang memiliki pili pada membran eksternal mereka, mampu mentransfer elektron produksi mereka melalui pili tersebut.
Sel mikroba tanpa mediator, selain berlangsung pada air limbah, juga dapat menghasilkan energi langsung dari tumbuhan air tertentu. Ini termasuk buluh Sweetgrass, cordgrass, beras, tomat, lupin, dan ganggang. Sel-sel bahan bakar mikroba disebut Tanaman Sel Bahan Bakar Mikroba (Tanaman-MFC). Mengingat bahwa daya yang demikian berasal dari tanaman hidup. (produksi-energi di tempat), varian ini dapat memberikan keuntungan ekologis ekstra.
Sel Elektrolisis Mikroba
Sebuah keragaman dari MFC tanpa-mediator ialah sel elektrolisis mikroba (MEC). Sementara itu MFC menghasilkan arus listrik melalui dekomposisi bakteri dari senyawa organik dalam air, MEC secara parsial membalikkan proses tersebut untuk menghasilkan hidrogen atau metana dengan menggunakan tegangan bakteri untuk melengkapi tegangan yang dihasilkan oleh dekomposisi organik mikroba yang cukup mengarah pada elektrolisis air atau produksi metana.
Sebuah pembalikan lengkap dari prinsip MFC ditemukan dalam elektrosintesis mikroba, di mana karbon dioksida direduksi oleh bakteri menggunakan arus listrik eksternal untuk membentuk senyawa organik berkarbon-banyak.
Sel Bahan Bakar Mikroba Berbasis-Tanah
Sel bahan bakar berbasis-tanah yang melekat dengan prinsip dasar yang sama seperti yang dijelaskan di atas, di mana tanah bertindak sebagai media anoda yang kaya akan nutrisi, yaitu inokulum, dan membran penukar-proton (proton-exchange membrane, disingkat PEM). Anoda ditempatkan pada kedalaman tertentu dalam tanah, sementara katoda terletak di atas tanah  dan terpapar dengan oksigen di udara di atasnya.
Tanah secara alami penuh dengan konsorsium beragam mikroba, termasuk mikroba elektrogenik dibutuhkan untuk MFC, dan penuh dengan gula kompleks dan nutrisi lainnya yang telah terakumulasi selama jutaan tahun dari peluruhan material tanaman dan hewanb. Selain itu, mikroba anaerob (yang mengonsumsi oksigen) terdapat dalam tanah sebagai penyaring oksigen, seperti bahan KEP mahal yang digunakan dalam system MFC laboratorium, yang menyebabkan potensial redoks tanah menurun dengan lebih mendalam. MFC berbasis-tanah Tanah menjadi alat pendidikan yang populer untuk belajar ilmu pengetahuan.
Sel Bahan Bakar Mikroba Biofilm Fototrop
MFC biofilm fototrop (phototrophic biofilm MFCs, disingkat PBMFCs) merupakan satu-satunya yang menggunakan anoda dengan biofilm fototrop yang mengandung mikroorganisme fotosintetik seperti klorofita, sianofita, dll., karena mereka dapat melakukan fotosintesis dan dengan demikian mereka bertindak sebagai produsen metabolit organik dan juga sebagai donor elektron.
Penelitian yang dipimpin oleh David P.B.T.B. dkk. mengungkapkan bahwa PBMFC dapat menghasilkan output daya dengan kepadatan tertinggi dan karenanya mereka dapat menjanjikan prospek aplikasi untuk kehidupan nyata. Kesulitan yang dihadapi oleh para peneliti adalah meningkatkan densitas daya dan kinerja jangka-panjang sehingga  untuk mendapatkan MSC dengan biaya-efektif.
Proses Pembangkit Listrik
Manakala mikroorganisme mengonsumsi suatu zat seperti gula dalam kondisi aerob mereka menghasilkan karbon dioksida dan air. Namun ketika oksigen tidak tersedia mereka menghasilkan karbon dioksida, proton dan elektron seperti yang dijelaskan di bawah ini:
C12H22O11 + 13H2O → 12CO2 + 48H+ + 48e- (1)
Sel bahan bakar mikroba yang menggunakan mediator anorganik yang menyadap ke dalam rantai transpor elektron dari sel dan sinyal elektron yang dihasilkan. Mediator melintasi membran lipid sel luar dan membran luar bakteri, kemudian, ia mulai membebaskan elektron dari rantai transpor elektron yang biasanya akan diambil oleh oksigen atau intermediet lainnya.
Mediator yang tereduksi-sekarang keluar sel yang sarat dengan elektron yang diangkut ke elektroda di mana ia mengendapkan mereka, elektroda ini menjadi anoda yang menghasilkan listrik (elektroda bermuatan negatif). Pelepasan elektron berarti bahwa mediator kembali ke keadaan teroksidasi semula yang siap untuk mengulangi proses tersebut. Hal ini penting untuk dicatat bahwa ini hanya dapat terjadi di bawah kondisi-kondisi anaerob; bila oksigen ada, ia akan mengumpulkan semua electron karena ia memiliki elektronegativitas yang lebih besar dari pada mediator.
Dalam operasi sel bahan bakar mikroba, anoda adalah aseptor elektron terminal yang diakui oleh bakteri dalam ruang anoda. Oleh karena itu, aktivitas mikroba sangat kuat bergantung pada potensial redoks dari anoda.  Kenyataannya, hal itu baru-baru ini dipublikasikan bahwa sebuah kurva Michaelis-Menten diperoleh antara potensial anoda dan keluaran daya dari asetat yang dikendalikan oleh sel bahan bakar mikroba. Potensial anoda kritis tampaknya terdapat pada mana keluaran daya dari sel bahan bakar mikroba tercapai.
Banyak mediator telah menunjukkan bagi penggunaan sebagai sel bahan bakar mikroba. Ini meliputi natural redmethylene bluethionineatau resorufin.
Ini adalah dasar di samping menghasilkan aliran elektron dari mikroorganisme pada umumnya (organisme mampu menghasilkan arus listrik yang diistilahkan dengan Eksoelektrogen). Dalam rangka untuk mengubah ini menjadi pasokan listrik yang dapat digunakan proses ini harus ditampung dalam sel bahan bakar. Dalam rangka untuk menghasilkan arus yang berguna perlu untuk membuat rangkaian lengkap, dan bukan hanya antar-jemput elektron ke satu titik.
Mediator dan mikroorganisme, dalam hal ini ragi, dicampur bersam dalam suatu larutan pada mana ditambahkan suatu zat yang sesuai seperti glukosa. Campuran ini ditempatkan dalam sebuah ruang yang disegel untuk menghambat oksigen masuk, dengan demikian mengarahkan  mikroorganisme tersebut untuk menggunakan  pernafasan anaerob. Sebuah elektroda diletakkan dalam larutan yang akan bertindak sebagai anoda seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Dalam ruangan kedua dari MFC adalah larutan lain dan elektroda. Elektroda ini, disebut katoda yang bermuatan positif dan adalah setara dengan oksigen wastafel pada akhir rantai transpor elektron, hanya sekarang berada di luar sel biologis.
Larutan ini adalah zat pengoksidasi yang mengambil elektron pada katoda. Seperti dengan rantai elektron dalam sel ragi, ini dapat berupak sejumlah molekul seperti oksigen. Namun, ini ini tidak terlalu praktis karena akan memerlukan sejumlah besar gas yang bersirkulasi. Sebuah pilihan yang lebih mudah adalah dengan menggunakan suatu larutan dari zat pengoksidasi padat.
Penghubung dua elektroda adalah seutas kawat (atau penghantar listrik lain yang mungkin meliputi beberapa alat bertenaga listrik seperti bola lampu) dan menyelesaikan sirkuit dan menghubungkan dua kamar adalah jembatan garam atau membran pertukaran ion. Fitur terakhir memungkinkan proton yang dihasilkan, seperti yang dijelaskan dalam persamaan-1 untuk lolos dari ruang anoda ke ruang katoda.
Mediator tereduksi membawa electron dari sel ke elektroda. Di sini mediator teroksidasi karena ia mengendapkan elektron. Ini kemudian mengalir melalui kawat menuju elektroda kedua, yang bertindak sebagai watafel electron. Dari sini mereka lewat menuju bahan pengoksidasi.
Aplikasi
Pembangkit Listrik
Sel bahan bakar memiliki banyak potensi kegunaan. Yang paling mudah terlihat adalah panen listrik yang dihasilkan untuk digunakan sebagai sumber listrik. Hampir semua bahan organik dapat digunakan untuk memberi makan sel bahan bakar, termasuk sel sambungan ke instalasi pengolahan air limbah.
Bakteri akan mengonsumsi bahan limbah dari air dan menghasilkan  daya tambahan untuk pabrik. Keuntungan harus dibuat dari melakukan hal ini adalah bahwa MFC adalah metode yang sangat bersih dan penghasil energy yang efisien. Proses kimia air limbah dan dan air limbah sintetik yang dirancang telah digunakan untuk menghasilkan listrik biologis (bioelectricity) dalam MFC tanpa mediator berkamar dua dan tunggal (elektroda grafit tanpa-dilapisi) bagian dari pengolahan air limbah.
Produksi listrik yang lebih tinggi diamati dengan biofilm yang dibungkus dengan anoda (grafit). Emisi sel bahan bakar jauh di bawah peraturan. MFC juga menggunakan energi jauh lebih efisien ketimbang mesin pembakar standar yang dibatasi oleh Siklus Carnot. Teori sebuah MFC adalah mampu efisiensi energi jauh melampaui 50% (Yue & Lowther, 1986). Menurut penelitian baru yang dilakukan oleh René Rozendal, menggunakan sel bahan bakar mikroba baru, konversi energi untuk hidrogen setinggi-tingginya 8 x teknologi produksi hidrogen konvensional.
Namun MFC tidak digunakan pada skala besar, karena elektroda dalam beberapa hal hanya membutuhkan ketebalan 7 μm dengan panjang 2 cm. Keuntungan menggunakan MFC dalam situasi ini seperti berlawanan dengan sebuah baterai normal adalah bahwa ia menggunakan bentuk energi terbarukan dan tidak perlu diisi ulang seperti baterai standar. Selain itu mereka bisa beroperasi dengan baik dalam kondisi ringan, 20 °C sampai 40 °C dan juga pada pH sekitar 7. Meskipun lebih kuat dibanding katalis logam, mereka saat ini terlalu tidak stabil untuk aplikasi medis jangka panjang seperti alat pacu jantung dalam (Biotech / Life Sciences Portal).
Selain pembangkit listrik air limbah, seperti yang disebutkan sebelumnya, energi juga dapat dihasilkan langsung dari tanaman. Hal ini memungkinkan set-up pembangkit listrik didasarkan pada platformganggang atau penggabungan tanaman lainnya sebuah lapangan yang luas dengan tanaman air. Menurut Bert Hamelers, lapangan adalah set-up terbaik dalam mensinergikan dengan keberadaan tanaman terbarukan (misalnya, turbin angin lepas pantai). Hal ini mengurangi biaya karena tanaman sel bahan bakar mikroba kemudian dapat memanfaatkan jaringan listrik yang sama dengan turbin angin.
Pembelajaran
Sel bahan bakar berbasis-tanah merupakan perangkat edukasi yang populer, karena mereka  memakai berbagai disiplin ilmu (mikrobiologi, geokimia, rekayasa listrik, dll.), dan dapat dibuat penggunaan bahan yang tersedia secara umum, seperti tanah dan  item dari lemari es. Ada juga kit yang tersedia untuk ruang kelas dan para penggemar, dan kit tingkat-penelitian untuk laboratorium dan korporasi ilmiah.
Biosensor
Karena arus yang dihasilkan dari sebuah sel bahan bakar adalah berbanding langsung dengan kandungan energi dari air limbah yang digunakan sebagai bahan bakar, maka MFC dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi zat terlarut dari air limbah (yaitu, sebagai sebuah sistem biosensor).
Kekuatan air limbah dipantau secara umum sebagai nilai kebutuhan oksigen biokimia (biochemical oxygen demand, disingkat BOD). Nilai BOD ditentukan dengan menginkubasikan sampel selama 5 hari dengansumber mikroba yang sesuai, biasanya lumpur aktif yang dikumpulkan dari kerja limbah. Mana kala nilai BOD digunakan sebagai parameter kontrol “real time”, maka inkubasi 5 hari terlalu lama.
Sebuah sensor BOD tipe-MFC dapat digunakan untuk mengukur nilai BOD real time. Oksigen dan nitrat lebih disukai aseptor elektron atas elektroda yang mereduksi generasi sekarang dari sebuah MFC. Sensor BOD tipe-MFC mengabaikan nilai BOD dengan adanya aseptor elektron tersebut. Ini dapat dihindari dengan menghambat pernafasan aerob dan nitrat dalam MFC yang menggunakan inhibitor oksidase terminal seperti sianida dan azida. Tipe sensor BOD ini tersedia secara komersial.
Biorecovery
Sejak 2010 A.Heijne dkk. Merancang sebuah alat yang mampu menghasilkan listrik dan mereduksi ion Cu(II) menjadi logam tembaga.
Penelitian Praktis Terbaru
Beberapa peneliti  menunjukkan beberapa praktek yang tidak diinginkan, seperti pencatatan arus maksimum yang diperoleh melalui sel ketika menghubungkannya ke sebuah tahanan sebagai indikasi dari kinerjanya, bukan arus keadaan-tunak yang sering merupakan sebuah derajat yang besarnya lebih rendah.
Sering kali data tentang nilai-nilai tahannan yang digunakan minimal, atau bahkan tidak ada, sehingga banyak data tidak-sebanding di semua studi. Hal ini membuat ekstrapolasi dari prosedur standar sulit jika tidak mustahil.
Aplikasi Komersial
Banyak perusahaan telah muncul untuk mengkomersiali-sasikan sel bahan bakar mikroba. Perusahaan-perusahaan ini telah berusaha untuk memasuki baik remediasi maupun aspek teknologi pembangkit listrik. 

Sistem Otak Manusia


Sistem saraf merupakanpusat keputusan dan komunikasi tubuhSistemsaraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang dan sistem saraf perifer yang terbuat dari serabut saraf.Bersama-sama merekamengontrol setiap bagiandari kehidupan sehari-harikitadari bernafas,berkedip hingga membantumengingat informasi.

Saraf menjalar dari otak ke wajahtelingamatahidungdan sumsum tulang belakang... dan dari sumsum tulang belakang ke seluruh tubuhSaraf sensorikmengumpulkan informasi dari lingkungan, lalu mengirimkan informasi tersebut ke sumsum tulang belakangyang kemudian mempercepat pesan ke otakOtak kemudian menerima pesan tersebut dan memberikan responNeuron motorikmemberikan instruksi dari otak ke seluruh tubuh.

Sumsum tulang belakang, yang terbuat dari seikat saraf yang menjalar naik dan turun tulang belakangmirip dengan superhighway, bertugas mempercepat pesan ke dan dari otak di setiap detiknya.
Otak terbuat dari tiga bagian utama: otak depanotak tengahdan otak belakang.
Otak depan terdiri dari cerebrumthalamusdan hypothalamus.
Otak tengah ini terdiri dari tectum dan tegmentum.
Otak belakang terbuat dari otak kecilpons dan medula.
Seringkali otak tengahponsdan medula disebut bersama-sama sebagaibatang otak.
Cerebrum (otak besar)  

Cerebrum atau korteks adalah bagian terbesar dari otak manusiayang berhubungandengan fungsi otak yang lebih tinggi seperti pikiran dan tindakanKorteks serebraldibagi menjadi empat bagianyang disebut "lobus": lobus frontallobus parietallobusoksipitaldan lobus temporalBerikut adalah representasi visual dari korteks:

 

Apa fungsi masing-masing dari lobus?
  • Lobus frontal-terkait dengan penalaranperencanaanbagian bicaragerakan,emosidan pemecahan masalah
  • Lobus parietal-terkait dengan gerakanpersepsi, pengenalan orientasi, danrangsangan
  • Lobus oksipital-terkait dengan pemrosesan visual
  • Lobus temporal-terkait dengan persepsi dan pengenalan rangsanganpendengaranmemoridan bicara.
Cerebellum

Cerebellum, atau "otak kecil", mirip dengan cerebrum, dalam hal ini memiliki duabelahan otak dan memiliki permukaan yang sangat terlipat atau korteksStruktur iniberhubungan dengan pengaturan dan koordinasi gerakanposturdan keseimbangan.

Sistem limbik

Sistem limbikyang sering disebut sebagai "otak emosional", ditemukan terkubur di dalam otak besarSistem ini berisi thalamushypothalamusamygdaladanhippocampusBerikut adalah representasi visual dari sistem inidari pandanganmidsagittal dari otak manusia:




Thalamus
Thalamus merupakan sebuah massa besar dari materi abu-abu terletak mendalam di otak bagian depan di bagian paling atas dari diencephalonStrukturini memiliki fungsi sensorik dan motorikHampir semua informasi sensorikmemasuki struktur ini di mana neuron mengirim informasi tersebut ke korteksatasnyaAkson dari setiap sistem sensorik (kecuali penciumanmenempel di sini sebagai situs estafet terakhir sebelum informasi tersebut mencapai korteks serebral.

Hipotalamus
Hipotalamus merupakan bagian dari diencephalonventral ke talamus.Struktur ini terlibat dalam fungsi homeostasisemosikehausan, kelaparaniramasirkadiandan kontrol dari sistem saraf otonomSelain ituia mengendalikanhipofisis.

Amigdala
Amigdala merupakan bagian dari telencephalonyang terletak di lobus temporalyang terlibat dalam memoriemosidan ketakutanAmigdala terletak di bawah permukaan bagian depan, sebelah medial dari lobus temporal di manamenyebabkan tonjolan di permukaan disebut uncus (komponen dari sistemlimbik).

Hippocampus
Hippocampus merupakan bagian dari otak hemisphers di bagian sebelah medial basal dari lobus temporalIni bagian dari otak yang penting untuk belajar dan memoriuntuk mengubah memori jangka pendek ke memori yang lebih permanendan untuk mengingat hubungan spasial.

Batang Otak

Di bawah sistem limbik terdapat batang otak. Struktur ini bertanggung jawab untuk fungsi dasar kehidupan vital seperti pernapasan, detak jantung, dan tekanan darah. Para ilmuwan mengatakan bahwa batang otak merupakan bagian "paling sederhana" dari otak manusia karena otak seluruh binatang, seperti reptil (yang muncul awal pada skala evolusi) menyerupai batang otak kita. 

Otak Tengah
Otak tengah / mesencephalon terletak di bagian rostral dari batang otakyang meliputi tectum dan tegmentumOtak tengah terlibat dalam fungsi seperti penglihatanpendengarangerak matadan gerak tubuhBagian anteriormempunyai tangkai otakyang merupakan bundel besar akson yang bepergian dari korteks serebral melalui batang otak dan serat ini (bersama dengan strukturlainnyayang penting untuk fungsi motorik.

Pons
Pons-bagian dari metencephalon di otak belakang. Bagian ini terlibat dalam kontrol motor dan analisis sensorik... Misalnya, informasi dari telinga pertama memasuki otak di pons. Pons memiliki bagian yang penting bagi tingkat kesadaran dan untuk tidur. Beberapa struktur dalam pons terkait dengan otak kecil, sehingga terlibat dalam gerakan dan postur.

Medulla
Struktur ini merupakan bagian ekor-sebagian besar batang otakantara ponsdan sumsum tulang belakangMedulla ini bertanggung jawab untuk menjagafungsi tubuh yang vitalseperti pernapasan dan detak jantung.